PAJAK
A. PENGERTIAN PAJAK
Pajak (dari bahasa Latin taxo; "rate") adalah iuran rakyat kepada negara
berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat
balas jasa secara langsung. Menurut Charles E.McLure, pajak adalah kewajiban
finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi
atau Badan) oleh Negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara yang
digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik.[1] Pajak dipungut
berdasarkan norma-norma hukum untuk
menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk
mencapai kesejahteraan umum. Penolakan untuk membayar, penghindaran, atau
perlawanan terhadap pajak pada umumnya termasuk pelanggaran hukum. Pajak
terdiri dari pajak langsung atau pajak tidak langsung dan
dapat dibayarkan dengan uang ataupun kerja yang nilainya setara. Beberapa
negara sama sekali tidak mengenakan pajak, misalnya Uni Emirat Arab.[2] Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal
yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan
Republik Indonesia.
Terdapat
bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan
oleh para ahli di antaranya adalah:
1. Leroy Beaulieu
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang
dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup
belanja pemerintah.[4]
2. P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.[5]
3. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang
berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.[6]
4. Ray M. Sommerfeld, Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib
dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa
mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.[7]
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak
menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan
individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan
jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan
jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul
karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada
negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus
dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini
memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang
sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun
wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU
No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan umum
dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang
Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''
B.
WAJIB PAJAK
Menurut Undang-Undang Perpajakan tahun Nomor 6 tahun 1983
yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan,
wajib pajak adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Wajib
pajak pribadi adalah setiap orang pribadi
yang memiliki penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak. Di Indonesia, setiap orang wajib
mendaftarkan diri dan mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP), kecuali ditentukan
dalam undang-undang.
Wajib
Pajak Badan[1] yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak,
pemotong dan/atau pemungut pajak, termasuk bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/atau
operator di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi.
Berdasarkan
ketentuan pasal 1 angka Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Badan sekumpulan
orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi :
3.
Perseroan lainnya,
6.
kongsi,
8.
dana pensiun,
9.
persekutuan,
10.perkumpulan,
13.organisasi sosial politik, atau
14.organisasi lainnya,
15.lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap.
Mengacu pada peraturan
perpajakan, pengertian wajib pajak adalah setiap orang yang terlibat dalam
aktivitas perpajakan termasuk pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut
pajak.
Karena disebut sebagai wajib pajak, seseorang
memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Hak dan kewajiban inilah yang
dilindungi oleh pemerintah melalui undang-undang.Kewajiban wajib pajak antara
lain seperti memiliki NPWP, membayar, memotong, dan melaporkan pajak,
kooperatif pada saat mengikuti pemeriksaan pajak, dan lain sebagainya.Sedangkan
hak wajib pajak di antaranya hak atas kelebihan pembayaran pajak, hak untuk
dijaga kerahasiaan identitanya, hak untuk mengangsur dan menunda pembayaran
dengan melaporkan alasannya serta hak untuk dibebaskan dari kewajiban
perpajakan.
C. JENIS JENIS
PAJAK
Jenis jenis pajak menurut direktorat jendaral pajak indonesia
:
1. Pajak pph atau pajak pengahsilan
2. Pajak bumi dan banguana atau PBB
3. BM atau bea materai \
4. Pajak pertambahan nilai atau PPN dan pajak atas
penjualan barang mewah atau PPNBM
5. Bea perolehan hak tanah atau bangunan atau BPHTB
Jenis jenis pajak dibedakan menjadi 3 bagian yaitu :
1.
Berdasarkan pihak yang menanggung dibagi menjadi 2 adalah
pajak langsung dan juga pajak tidak langsung
2.
Berdasarkan pihak yang memungut pajak dibagi menjadi
dua yaitu pajak negara dan juga pajak daerah.
3.
Berdasarakan sifatnya dibagi menjadi dua yaitu pajak obyektif
dan juga pajak subyektif
Jenis
pajak berdasarkan pihak yang menanggung:
1.
Pajak
Langsung adalah pajak yang pembayarannya
dimana harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat atau tidak
bisa dialihkan kepada pihak lain.
Contoh pajak langsung adalah : PPh, PBB.
2.
Pajak
Tidak Langsung, adalah pajak yang pembayarannya
dapat dialihkan kepada pihak lain.
Contoh : Pajak Penjualan, PPN/.pajak pertambahan nilai ,
PPn-BM/pajak penjualan atas barang mewah , BeaMaterai(BM) dan Cukai.
Jenis pajak berdasarkan pihak yang memungut:
Jenis pajak berdasarkan pihak yang memungut:
1.
Pajak
Negara , adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pajak pusat
merupakan sumber penerimaan negara indonesia .
Contoh
: PPh/pejak penghasilan ,PPN/pajak pertambahan nilai , PPn dan Bea Materai/
pajakpenjualan atas barang mewah.
2.
Pajak
Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah.
Pajak
daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintahan daerah. Contoh
: Pajak tontonan, pajak reklame, PKB (Pajak Kendaraan Bermotor/PKB)
PBB/pajak bumi dan bangunan,Iuran kebersihan,, Retribusi parkir, Retribusi
galian pasir dan lainya .
Jenis
pajak berdasarkan sifatnya:
a.
Pajak
Subjektif
adalah pajak yang memperhatikan kondisi keadaan sang
wajib pajak itu sendiri . Dalam ini penentuan dalam besarnya pajak harus ada
alasan objektif yang berhubungan erat dalam kemampuan membayar wajib
pajak/sipembayar pajak.
Contoh : PPh/pajak pengahsilan .
b.
Pajak
Objektif
adalah pajak yang dinilai berdasarkan
objektifitasnya dan tanpa diperhatikanya keadaan diri sang wajib pajak.
Contoh : PPN/pajak pertmabahan nilai , PBB/pajak bumi dan bangunan ,
PPn-BM/pajak atas penjualan barang mewah.
Pajak
PPB
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang
lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau
memperoleh manfaat dari padanya.
Contoh
: misalnya Awal mempunyai rumah 2
lantai ukuran bangunan 10m x 20m, rumah tersebut dibangun pada sebidang tanah
ukuran 10m x 30m, Berapa jumlah pajak PBB yang harus dibayar setiap tahun? mari
kita coba hitung disini.
Luas
bangunan lt1 + lt2 = (10m x 20m) + (10m x 20m) = 400 m2.
Luas
tanah 10m x 30m = 300 m2.
NJOP
tanah = 300m2 x Rp.1.000.000,00 = Rp.300.000.000,00
NJOP
bangunan = 400m2 x Rp.3.000.000,00 = Rp.1.200.000.000,00
NJOP
tanah dan bangunan = Rp.1.500.000.000,00
NJOPTKP
= Rp.12.000.000,00
NJOP
untuk perhitungan PBB = NJOP tanah dan bangunan – NJOPTKP = Rp.1.488.000.000,00
NJKP
= 20% x NJOP untuk perhitungan PBB = Rp.297.600.000,00
PBB
= 0,5% x NJKP = Rp.1.488.000,00
Jadi
besarnya pajak bumi dan bangunan yang harus dibayar setiap tahun adalah
Rp.1.488.000,00. sebagai warga negara atau istilah lainya wajib pajak kita
mempunyai hak dalam hal PBB ini sehingga dapat digunakan apabila diperlukan,
berikut ini beberapa hak wajib pajak PBB
1. Mengajukan
keberatan atas PBB
2. Mengajukan
banding apabila keberatan tidak diterima.
3. Mengusulkan
pengurangan jumlah pembayaran PBB.
4. Melakukan
Pembetulan Surat ketetapan pajak (SKP) PBB.
Pajak PPN
Pajak PPN
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari
barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods
and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya
pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak
atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan
langsung pajak yang ia tanggung.
Contoh Perhitungan PPN Atas Pemberian Cuma-Cuma Tahun Pajak 2013 yaitu :
a. PT.Aditya Makmur Sejahtera adalah perusahaan yang memproduksi Kompor Gas, dalam rangka promosi produk barunya PT.Aditya Makmur Sejahtera memberikan secara gratis kepada CV.Mawar Merah (usaha dibidang perdagangan kompor gas) 1 buah kompor gas dengan harga pokok penjualan sebesar Rp.500.000,-
Maka
PT.Aditya Makmur Sejahtera harus menerbitkan faktur pajak sebagai pajak
keluaran dengan perincian :
Dasar Pengenaan Pajak : 500.000
PPN
: 50.000 (500.000 x 10 %)
Bagi
CV.Mawar Merah faktur pajak yang diterima dari PT.Aditya Makmur Sejahtera atas
pemberian kompor gas tersebut merupakan pajak masukan yang dapat dikreditkan
sepanjang memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang No.42
Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM.
b. PT.Gunung Makmur Sentosa produsen mie kering dalam rangka membantu korban bencana alam di daerah Purwokerto memberikan mie kering dengan harga pokok penjualan sebesar Rp.2.000.000,-
Maka
PT.Gunung Makmur Sentosa harus menerbitkan faktur pajak sebagai pajak keluaran
dengan perincian :
Dasar
Pengenaan Pajak : 2.000.000
PPN
: 200.000
(2.000.000 x 10 %)
Pajak PPH
Pajak PPH
Pajak penghasilan adalah
pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum
lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atauregresif.
PPH 21
Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru
tersebut, dibedakan menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap
dan penerima pensiun berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai tidak tetap atau
tenaga kerja lepas; PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan
komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain
yang bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus
sebagai pegawai yang menarik dana pensiun. Di kesempatan ini akan
dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan
Penerima Pensiun Berkala.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan
penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua): Penghitungan PPh Pasal 21
masa atau bulanan yang rutin dilakukan setiap bulan dan Penghitungan kembali
yang dilakukan setiap masa pajak Desember (atau masa pajak dimana pegawai
berhenti bekerja).
PPH 22
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut
oleh :
1. Bendaharawan
Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2. Badan-badan
tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
PPH 23
Pajak
Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap
yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain
yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang
oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
PPH 24
PPh
pasal 24 membahas tentang penghasilan yang berasal dari luar negeri. Pada
prinsinya dalam PPh pasal 24 adalah mencari besarnya pajak yang bisa dikreditkan
dengan jalan membandingkan antara pajak yang dipungut di luar negeri dengan
batas maksimum kredit pajak dipilih yang terkecil.
Batas
maksimum kredit pajak = penghasilan dari luar negeri/ PKP x PPh terutang
PPH 25
PPh
pasal 25 membahas tentang angsuran pajak yang menggunakan stelsel anggapan.
Ansuran
pajak/ bulan = PPh terutang – kredit pajak /12
CARA MENGHITUNG PTKP
PTKP (PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK) adalah jumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak. PTKP yang ditetapkan dalam pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 36 tahun 2008 (mulai berlaku 1 januari 2009-sekarang).PTKP tersebut dengan kententuan:
1. diri
Wajib Pajak : Rp. 15.840.000
2. Tambahan
untuk WP yang sudah kawin : Rp. 1.320.000
3. Tambahan
utk seorang istri yang menerima penghasilan yg digabung dengan penghasilan si
suami dikenakan Rp. 15.840.000
4. Tambahan
untuk Tanggungan maksimal 3 dikenakan Rp.1.320.000 per tanggungan
contoh soal:
1. wajib
pajak Olivia berstatus Nikah (suami mempunyai penghasilan) anak kandung 2,
sehingga besarnya PTKP untuk Olivia sebesar Rp. 15.840.000, hal ini dikarenakan
tanggungan anak dan status nikah ditanggung oleh si Suami.
2. hitung ptkp apabila Tn.anton tinggal dengan seorang istri 2 anak kandung dan dua adik kandung
jawab:
WP:
15.840.000
status:
1.320.000
tanggungan
(k/2): 2.640.000(+)
jumlah
19.800.000
cat:
mengapa adik kandung tidak di masukkan? karena adik kandung mempunyai hubungan
Horizonta
3. hitung PTKP Ny.Ana yang tinggal bersama ibunya seorang pensiunan PNS
jawab:
WP:15.840.000
cat:
seorang ibu pensiunan PNS tidak dimasukkan karena pegawai negeri pensiunan
masih menerima uang pensiun setiap bulannya
4. hitung PTKP Tn.nino dengan status duda dan dua anak angkat
jawab:
WP:
15.840.000
tanggungan
(k/2) 2.640.000(+)
jumlah
18.480.000
cat:
status nikah tidak dimasukkan karena posisi tuan nino sudah menduda
5. hitung PTKP Ny.lia yang tinggal bersama keponakannya yang masih dibawah umum
jawab:
WP:
15.840.000
cat:
keponakan tidak dimasukkan karena hubungan kesamping (horizontal)
D.
MANFAAT PAJAK ,FUNGSI, dan KEGUNAANYA
Manfaat Pajak bagi Perekonomian dan
Masyarakat
Perekeonomian negara sama halnya dengan perekonomian
rumah tangga dimana mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran.
Pajak sendiri merupakan sumber utama penerimaan negara. Oleh karena itu,
apabila masyarakat tidak taat akan pajak maka seluruh kegiatan negara akan
sulit terpenuhi. Dengan membayar pajak masyarakat akan mendapatkan
manfaat:
1.
Fasilitas umum dan Infrastruktur
seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, dan puskesmas
2.
Pertahanan dan keamanan seperti
bangunan, senjata, perumahan hingga gaji-gajinya
3.
Subsidi atas pangan dan Bahan
Bakar Minyak
4.
Kelestarian Lingkungan hidup dan
Budaya
5.
Dana Pemilu
6.
Pengembangan Alat transportasi
Massa, dll.
Uang pajak yang telah disetorkan oleh masyarakat akan
digunakan dengan tujuan membuat masyarakat dari lahir hingga meninggal
sejahtera. Uang pajak juga dipakai oleh negara untuk memberi subsidi
barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat dan membayar hutang-hutang
negara. Selain itu uang pajak pun digunakan untuk menunjang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah sehingga perekonomian dapat terus berkembang. Oleh sebab itu pajak
sangat memegang peranan penting dalam sebuah negara.
Manfaat Pajak Menurut Suparmoko
Utama – sifatnya self liquiditing yaitu untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara seperti pengeluaran proyek produktif barang
ekspor.
Kedua – membiayai pengeluaran reproduktif seperti
pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat. Contohnya,
pengeluaran untuk pengairan dan pertanian.
Ketiga – membiayai pengeluaran yang sifatnya tidak self
liquiditting dan tidak reproduktif. Contohnya, pengeluaran untuk mendirikan
monumen dan objek rekreasi.
Keempat – membiayai pengeluaran yang sifatnya tidak produktif.
Contohnya, pengeluaran yang dipakai untuk membiayai pertahanan negara atau perang
dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran
untuk membiayai anak yatim piatu.
Fungsi Pajak Bagi Pembangunan Negara
1.
Fungsi Anggaran – Pajak dijadikan alat untuk memasukan dana secara optimal
ke kas negara berlandaskan undang-undang perpajakan yang berlaku sehingga pajak
disini berfungsi membiayai seluruh pengeluaran-pengeluaran yang terkait proses
pemerintahan.
2.
Fungsi Mengatur – Pajak digunakan pemerintah sebagai alat untuk mencapai
tujuan tertentu dan pelengkap dari fungsi utama pajak itu sendiri.
3.
Fungsi Stabilitas – Adanya pajak membuat pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi
dapat dikendalikan.
4.
Fungsi Retribusi Pendapatan – Pajak digunakan untuk mebiayai semua kepentingan umum.
Kegunaan Pajak
Meski sudah dijelaskan bahwa fungsi pajak adalah untuk membiayai pengeluaran umum Negara. Namun realita terbesarnya, kegunaan pajak di Indonesia adalah untung membayar cicilan utang. Hampir setiap tahun persen penggunaan uang pajak sebagai cicilan utang cukup besar. Misalnya yang terjadi pada tahun 2004. 51 % lebih uang pajak digunakan untuk membayar utang.
Jadi, kemauan masyarakat untuk membayar pajak akan membantu Negara ini terbebas dari hutang Meski ada kasus penyelewengan yang terjadi, tentunya tidak semua para petugas pajak melakukan perbuatan haram tersebut. Hanya orang yang tidak sayang dengan Negara ini yang mau memakan harta yang digunakan untu membayar utang.
Dari pengertian pajak dan kegunaannya, dapat dipahami bahwa pajantk miliki potensi yang kuat untuk bisa membayar utang. Jika Anda orang bijak tentu Anda siap membayar pajak.
Meski sudah dijelaskan bahwa fungsi pajak adalah untuk membiayai pengeluaran umum Negara. Namun realita terbesarnya, kegunaan pajak di Indonesia adalah untung membayar cicilan utang. Hampir setiap tahun persen penggunaan uang pajak sebagai cicilan utang cukup besar. Misalnya yang terjadi pada tahun 2004. 51 % lebih uang pajak digunakan untuk membayar utang.
Jadi, kemauan masyarakat untuk membayar pajak akan membantu Negara ini terbebas dari hutang Meski ada kasus penyelewengan yang terjadi, tentunya tidak semua para petugas pajak melakukan perbuatan haram tersebut. Hanya orang yang tidak sayang dengan Negara ini yang mau memakan harta yang digunakan untu membayar utang.
Dari pengertian pajak dan kegunaannya, dapat dipahami bahwa pajantk miliki potensi yang kuat untuk bisa membayar utang. Jika Anda orang bijak tentu Anda siap membayar pajak.
E.
TAX AMNESTY
Pengampunan
pajak atau amnesti pajak (bahasa Inggris: tax
amnesty) adalah sebuah kesempatan berbatas waktu bagi kelompok wajib pajak tertentu
untuk membayar pajakdengan jumlah tertentu sebagai pengampunan atas kewajiban
membayar pajak (termasuk dihapuskannya bunga dan denda) yang berkaitan dengan
masa pajak sebelumnya tanpa takut penuntutan pidana. Program
ini berakhir ketika otoritas pajak memulai investigasi pajak dari
periode-periode sebelumnya. Dalam beberapa kasus, undang-undang yang melegalkan
pengampunan pajak memberikan hukuman yang lebih berat bagi pengampun pajak yang
terlambat menjalankan kewajibannya.[1] Pengampunan
pajak bermanfaat sebagai salah satu sumber kas negara dari penerimaan pajak.[2]
Pemerintah Indonesia menerapkan amnesti pajak berdasarkan
Undang-undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. [3] Amnesti
pajak adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib
Pajak meliputi penghapusan pajak yang seharusnya terutang, penghapusan sanksi
administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan
atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan
dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan
membayar uang tebusan.berlaku sejak disahkannya Undang-undang nomor 11 tahun
2016 yaitu 1 Juni 2016 hingga 31 Maret 2017
Fasilitas
Amnesti Pajak[sunting | sunting sumber]
Fasilitas yang didapat oleh Wajib
Pajak yang mengikuti program Amnesti Pajak yaitu:
1.
penghapusan pajak yang seharusnya
terutang (Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Barang Mewah), sanksi
administrasi, dan sanksi pidana, yang belum diterbitkan ketetapan pajaknya;
2.
penghapusan sanksi administrasi atas
ketetapan pajak yang telah diterbitkan;
3.
tidak dilakukan pemeriksaan
pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan
penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
4.
penghentian pemeriksaan pajak,
pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,
dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti
permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; dan
5.
Penghapusan Pajak Penghasilan Final
atas pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan serta saham
Tarif Pengampunan Pajak
Harta yang berada di dalam negeri atau luar negeri
diinvestasikan di Indonesia selama tiga tahun :
·
Bulan Juli - September 2016,
tarif : 2%.
·
Bulan Oktober hingga 31 Desember
2016, tarif : 3%.
·
1 Januari 2017 hingga 31 Maret 2017,
tarif : 5%.
Harta di luar negeri dan tidak dialihkan ke dalam
negeri :[
·
Bulan Juli - September 2016,
tarif : 4%.
·
Bulan Oktober hingga 31 Desember
2016, tarif : 6%.
·
1 Januari 2017 hingga 31 Maret 2017,
tarif : 10%.
Wajib pajak UMKM :
·
Mengungkapkan nilai harta dari Rp 4,8
miliar sampai dengan Rp 10 miliar dalam surat pernyataan dikenai tarif 0,5%.
·
Mengungkapkan nilai harta lebih dari
Rp 10 miliar dalam surat pernyataan, periode Juli 2016 sampai dengan 31 Maret
2017, dikenai tarif 2%.
Pengungkapan Aset Sukarela (PAS) Final
Setelah periode tax amnesty atau
pengampunan pajak berakhir, Wajib Pajak dapat
mengikuti program Pengungkapan Aset secara sukarela dengan tarif Final atau
disingkat PAS FINAL sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/
atau informasi mengenai Harta dimaksud.
Objek PAS FInal berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 yang berlaku sejak 11 September 2017 tentang
Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih Yang
Diperlakukan Atau Dianggap Sebagai Penghasilan ada dua yaitu .
·
Harta yang belum atau kurang
diungkapkan dalam Surat Pernyataan dan Wajib Pajak telah memperoleh Surat
Keterangan
·
Harta yang belum dilaporkan
dalam SPT PPh bagi Wajib Pajak yang tidak
menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode pengampunan pajak berakhir.
Tarif PAS FINAL
1.
Wajib Pajak Badan sebesar 25%
3.
Wajib Pajak Tertentu sebesar 12,5%
Yang dimaksud dengan Wajib Pajak
tertentu adalah
1. WP yang menerima penghasilan bruto
dari usaha dan atau pekerjaan bebas pada Tahun Pajak Terakhir paling banyak
Rp4,8 miliar
2. WP yang menerima penghasilan bruto
selain dari usaha dan atau pekerjaan bebas pada Tahun Pajak Terakhir paling
banyak Rp632 juta
3. WP menerima penghasilan gabungan
dengan ketentuan:
1.
jumlah penghasilan bruto yang
bersumber selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas paling banyak Rp632 juta;
dan
2.
Jumlah penghasilan bruto paling
banyak Rp4,8 miliar yang bersumber dari : dari usaha dan/atau pekerjaan
bebas dan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas
Pekerjaan bebas menurut PAS FINAL
1.
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan,
notaris, penilai, dan aktuaris;
2.
pemain musik, pembawa acara,
penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain
drama, dan penari;
4.
penasihat, pengajar, pelatih,
penceramah, penyuluh, dan moderator;
5.
pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6.
agen iklan;
7.
pengawas atau pengelola proyek;
8.
perantara;
9.
petugas penjaja barang dagangan;
11.distributor perusahaan pemasaran berjenjang
Harta menurut PAS FINAL
Harta adalah akumulasi tambahan
kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha
maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/ atau di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Dasar Pengenaan Pajak PAS Final
Dasar Pengenaan Pajak dalam
penghitungan PAS FINAL adalah :
1.
Harta yang belum atau kurang
diungkapkan dalam Surat Pernyataan Harta saat mengikuti tax amnesty dan Wajib Pajak telah
memperoleh Surat Keterangan yaitu sebesar jumlah Harta yang belum atau
kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan; atau
2.
Harta yang belum dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT PPh) bagi Wajib Pajak yang
tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode pengampunan pajak
berakhir yaitu sebesar jumlah Harta yang belum dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Nilai dalam PAS Final
1.
nilai nominal, untuk Harta berupa kas
atau setara kas;
2.
nilai yang ditetapkan oleh pemerintah
yaitu Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), untuk tanah dan/atau bangunan dan Nilai
Jual Kendaraan Bermotor (NJKB), untuk kendaraan bermotor;
3.
nilai yang dipublikasikan oleh PT
Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak;
4.
nilai yang dipublikasikan oleh PT
Bursa Efek Indonesia, untuk saham dan waran (warrant) yang
diperjualbelikan di PT Bursa Efek Indonesia; dan/atau
5.
nilai yang dipublikasikan oleh PT
Penilai Harga Efek Indonesia, untuk obligasi negara Republik Indonesia dan
obligasi perusahaan,
6.
dalam hal tidak terdapat nilai yang
dapat dijadikan pedoman, nilai Harta ditentukan berdasarkan nilai dari hasil
penilaian Kantor Jasa Penilai Publik; atau nilai dari hasil penilaian Direktur
Jenderal Pajak, apabila Wajib Pajak meminta untuk dilakukan penilaian.
F.
DASAR HUKUM
PAJAK DI INDONESIA
Berikut dasar hukum pajak yang berlaku di Indonesia,
yaitu.
1.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal
23A
Dari berbagai jenis undang-undang yang mengatur
tentang pajak yang ada di Indonesia, UUD 1945 Pasal 23A merupakan induk sumber
hukum dari semua undang-undang yang ada. UUD 1945 Pasal 23 berisi tentang
aturan dalam hal keuangan negara yang meliputi penyusunan anggaran belanja,
mata uang negara, dan peraturan tentang perpajakan. Khusus perpajakan disusun
dalam pasal 23A yang berbunyi, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa
untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Dari isi pasal tersebut jelas
sekali jika pasal 23A merupakan sumber hukum utama dari peraturan-peraturan
yang menetapkan sistem dan tata cara seluruh perpajakan yang berlaku di
Indonesia
Melihat pajak yang berlaku di Indonesia, tentu kita
mengenal berbagai jenis pajak yang umum sering kita bayar per tahunnya, seperti
PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dan PPh (Pajak Penghasilan). Secara hukum
masing-masing dari jenis pajak tersebut diatur terpisah berdasarkan
undang-undang yang berbeda, pemisahan aturan hukum disebabkan karena setiap pajak
memiliki ruang lingkup yang berbeda, sehingga membutuhkan penyesuaian peraturan
secara tepat. Setiap undang-undang yang dibuat untuk mengatur jenis perpajakan
tertentu pada dasarnya secara menyeluruh merupakan bentuk tindak lanjut dari
undang-undang dasar pasal 23A
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 didalamnya mengatur
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Sebelum terbentuknya
undang-undang ini, sebenarnya sudah terdapat undang-undang yang memiliki tujuan
dan aturan hukum yang sama yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983. Hadirnya UU
No.16 Tahun 2000 merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983.
Perubahan undang-undang ini didasari oleh beberapa hal yang berkaitan dengan
perbaikan dalam pelaksanaan undang-undang ini yaitu lebih memberikan
kesejajaran dalam keadilan dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat atau wajib pajak dan yang lebih penting adalah menciptakan kepastian
hukum yang lebih tegas
Dalam UU No.16 Tahun 2000 menjelaskan beberapa
informasi yang bersifat umum, seperti siapa saja yang memiliki kewajiban
perpajakan beserta ruang lingkup yang meliputi keseluruhan tentang perpajakan
pada umumnya. Selain itu dalam undang-undang ini juga mengatur tentang fungi
dan mekanisme penggunaan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), faktor-faktor tentang
pengukuhan pengusaha kena pajak, fungsi dan tata cara dalam surat
pemberitahuan, dan tata cara pembayaran pajak secara prosedural yang benar.)
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000
Pada dasarnya undang-undang ini merupakan bentuk
perubahan untuk yang ketiga kali dari undang-undang sebelumnya. Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 merupakan bentuk pertama dari undang-undang yang berlaku
mengenai beberapa peraturan tentang pajak penghasilan (PPh). Perubahan kedua
pada undang-undang ini terjadi pada tahun 1994, dimana beberapa pasal mengalami
perubahan isi dan ketentuan yang lebih relevan dengan perkembangan kondisi
negara. Beberapa jenis undang-undang lainnya banyak yang mengalami perubahan
saat itu, sehingga untuk mendukung perubahan tersebut dibutuhkan penyesuaian
pada undang-undang pajak penghasilan agar secara keseluruhan isi mampu
menguatkan dan memiliki keterikatan yang lebih dengan undang-undang lainnya
Undang-Undang No.17 Tahun 2000 didalamnya berisi tentang
penjelasan dan ketentuan yang berkaitan dengan keseluruhan ruang lingkup pajak
penghasilan. Undang-undang ini memiliki beberapa pasal didalamnya yang
menyebutkan perihal tentang siapa saja yang termasuk sebagai subjek pajak
penghasilan, penggolongan jenis-jenis pajak penghasilan, berbagai jenis usaha
yang diwajibkan membayar pajak, ketentuan tentang penyebutan objek pajak
penghasilan, perhitungan besarnya pajak penghasilan yang harus dikeluarkan oleh
wajib pajak, dan penghasilan tidak kena pajak.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 merupakan perubahan
kedua dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, undang-undang ini merupakan dasar
peraturan tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan
atas barang mewah. Jika melihat isi pembukaan dalam undang-undang ini akan
terlihat beberapa kepentingan terhadap pelaksanaan aturan yang menjadi acuan
dalam melakukan perubahan terhadap undang-undang sebelumnya. Perubahan dalam
undang-undang diwujudkan untuk meningkatkan jaminan kepastian hukum dan
meratanya tingkat keadilan, selain itu perubahan yang terjadi bersifat
mempermudah dalam penerapan sistem perpajakan tanpa mengabaikan fungsi
pengawasan pengamanan penerimaan negara yang ditujukan untuk menggerakkan
pembangunan nasional.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2000 memuat
beberapa peraturan mengenai penjelasan tentang apa saja yang termasuk jenis
barang dan jasa kena pajak, kegiatan ekspor, impor dan perdagangan,
subjek-subjek yang kena pajak, ketentuan untuk melaporkan dan menyetor pajak yang
terhutang, perihal ketentuan objek pajak, dan ketentuan tentang pajak atas
penjualan barang mewah beserta ruang lingkup baik jenis maupun hingga
perhitungan didalamnya mulai dari aturan tarif minimum dan maksimum atas pajak
barang mewah
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 merupakan pengganti
dari undang-undang sebelumnya yang telah berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 19
Tahun 1997. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 didalamnya berisi aturan dan
prosedural tentang penagihan pajak dengan surat paksa. Mengingat sifat pajak
adalah kewajiban yang harus dibayar, maka dalam penerapan harus terdapat
mekanisme pengawasan dan ketegasan terhadap ketidakpatuhan dalam segala upaya
yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban tertanggung oleh subjek pajak.
Itulah salah satu alasan mengapa undang-undang ini mengalami perubahan, selain
dipengaruhi juga oleh faktor perubahan sistem hukum nasional dan tatanan
kehidupan masyarakat yang membutuhkan akan meningkatnya kepastian hukum dan
memberikan keadilan bersama.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 memuat tentang
perubahan atas peraturan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 mengatur tentang bea perolehan hak atas tanah
dan bangunan. Dilihat dari isi yang ada dalam undang-undang ini meliputi
beberapa ketentuan mengenai pengertian umum tentang bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan, penjelasan tentang perolehan hak atas tanah dan bangunan
beserta maksud dari adanya hak atas tanah dan bangunan, surat ketetapan dan
surat setoran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, penjelasan tentang
objek pajak atas tanah dan bangunan, dan pemindahan serta pelepasan hak atas
tanah dan bangunan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
Merupakan undang-undang yang mengatur segala ketentuan
yang berkaitan tentang pengadilan pajak yang berlaku di Indonesia. Hal yang
menjadi dasar dan tujuan dari penetapan undang-undang ini adalah bahwa
Indonesia adalah negara hukum berdasarkan pancasila dan UUD 1945 yang tujuannya
menjamin terwujudnya keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, terselenggaranya pembangunan nasional yang merata di seluruh
Indonesia, belum adanya lembaga hukum yang bertindak sebagai mediator dalam
penyelesaian sengketa pajak, dan tujuan yang paling terpenting adalah mampu
menciptakan kepastian dan keadilan hukum dalam penyelesaian sengketa pajak.
Dilihat dari isi undang-undang ini, didalamnya menjelaskan tentang beberapa
ketentuan umum mengenai susunan lembaga pajak, fungsi dan prosedural dalam
perpajakan, kedudukan pengadilan pajak, dan susunan dari pengadilan pajak. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1994
Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang sebelumnya
telah berlaku dalam perpajakan Indonesia. Undang-undang ini secara keseluruhan
mengatur pelaksanaan dan aturan tentang pajak bumi dan bangunan yang berlaku di
Indonesia. Pengubahan undang-undang ini ditujukan untuk lebih meningkatnya peran
pajak dalam pembangunan nasional khususnya dalam kegiatan perekonomian, menjaga
agar perkembangan ekonomi terus terselenggara dan berjalan dengan baik sesuai
dengan kebijakan pembangunan yang berlaku, dan untuk meningkatkan kepastian
hukum yang berkaitan dengan sistem perpajakan yang terus berkembang. Perubahan
undang-undang ini memuat beberapa aturan mengenai objek pajak yang tidak
termasuk dalam hitungan pajak bumi dan bangunan serta ketentuan terhadap
penetapan nilai jual objek pajak beserta ruang lingkup yang terkandung dalam
pajak bumi dan bangunan.
Pentingnya pajak adalah untuk percepatan pembangunan
nasional dan jika saat ini kita bisa menikmati fasilitas umum yang diberikan
oleh pemerintah, itulah manfaat pajak yang bisa dirasakan secara nyata dalam penerapannya.
Membayar pajak adalah kewajiban seluruh warga negara dan hal ini diatur dalam
undang-undang, itulah kenapa kita sering mendengar slogan “orang bijak bayar
pajak”, karena pada dasarnya pajak dari kita dan untuk kita. Apa yang terbayar
dengan pajak pada akhirnya masyarakat sendiri yang akan merasakan timbal balik
dari hasil pengelolaan pajak tersebut.
Dasar hukum masing-masing jenis pajak diatur secara
terpisah agar ketentuan yang dibuat lebih sesuai dengan segala unsur jenis
pajaknya. Namun pada dasarnya tujuan dari undang-undang yang berlaku tersebut
adalah sama yaitu meningkatkan jaminan kepastian hukum, memberikan keadilan
yang seadil-adilnya, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, mempermudah
sistem perpajakan beserta pengawasan dan pengamanan, dan yang lebih penting
adalah timbulnya rasa kepatuhan dari seluruh wajib pajak untuk
mempertanggungjawabkan semua kewajibannya sesuai dengan undang-undang yang
berlaku.
Sumber
:
Komentar
Posting Komentar