PAJAK



A.   PENGERTIAN PAJAK


Pajak (dari bahasa Latin taxo; "rate") adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Menurut Charles E.McLure, pajak adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi atau Badan) oleh Negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik.[1] Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Penolakan untuk membayar, penghindaran, atau perlawanan terhadap pajak pada umumnya termasuk pelanggaran hukum. Pajak terdiri dari pajak langsung atau pajak tidak langsung dan dapat dibayarkan dengan uang ataupun kerja yang nilainya setara. Beberapa negara sama sekali tidak mengenakan pajak, misalnya Uni Emirat Arab.[2] Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli di antaranya adalah:
1.    Leroy Beaulieu
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.[4]
2.    P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.[5]
3.    Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.[6]
4.    Ray M. Sommerfeld, Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.[7]

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''


B.   WAJIB PAJAK
Menurut Undang-Undang Perpajakan tahun Nomor 6 tahun 1983 yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
 wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Wajib pajak pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak. Di Indonesia, setiap orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP), kecuali ditentukan dalam undang-undang.
Wajib Pajak Badan[1] yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak, pemotong dan/atau pemungut pajak, termasuk bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/atau operator di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara PerpajakanBadan sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi :
3.   Perseroan lainnya,
4.   Badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
5.   firma,
6.   kongsi,
7.   koperasi,
8.   dana pensiun,
9.   persekutuan,
10.perkumpulan,
11.yayasan,
13.organisasi sosial politik, atau
14.organisasi lainnya,
15.lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Mengacu pada peraturan perpajakan, pengertian wajib pajak adalah setiap orang yang terlibat dalam aktivitas perpajakan termasuk pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak.
Karena disebut sebagai wajib pajak, seseorang memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Hak dan kewajiban inilah yang dilindungi oleh pemerintah melalui undang-undang.Kewajiban wajib pajak antara lain seperti memiliki NPWP, membayar, memotong, dan melaporkan pajak, kooperatif pada saat mengikuti pemeriksaan pajak, dan lain sebagainya.Sedangkan hak wajib pajak di antaranya hak atas kelebihan pembayaran pajak, hak untuk dijaga kerahasiaan identitanya, hak untuk mengangsur dan menunda pembayaran dengan melaporkan alasannya serta hak untuk dibebaskan dari kewajiban perpajakan.
C.    JENIS JENIS PAJAK
Jenis jenis pajak menurut direktorat jendaral pajak indonesia :
1.      Pajak pph atau pajak pengahsilan
2.      Pajak bumi dan banguana atau PBB 
3.      BM atau bea materai \
4.      Pajak pertambahan nilai atau  PPN dan pajak atas penjualan barang mewah atau  PPNBM
5.      Bea perolehan hak tanah atau bangunan atau BPHTB
Jenis jenis pajak dibedakan menjadi 3 bagian yaitu :
1.    Berdasarkan pihak yang menanggung dibagi menjadi 2 adalah pajak langsung dan juga pajak tidak langsung 
2.     Berdasarkan pihak yang memungut pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak negara dan juga pajak daerah.
3.    Berdasarakan sifatnya dibagi menjadi dua yaitu pajak obyektif dan juga pajak subyektif 
Jenis pajak berdasarkan pihak yang menanggung: 
1.     Pajak Langsung adalah pajak yang pembayarannya dimana harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat atau tidak bisa dialihkan kepada pihak lain.
Contoh pajak langsung adalah  : PPh, PBB.
2.     Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain.
Contoh : Pajak Penjualan, PPN/.pajak pertambahan nilai , PPn-BM/pajak penjualan atas barang mewah , BeaMaterai(BM) dan Cukai. 

Jenis pajak berdasarkan pihak yang memungut: 
1.    Pajak Negara , adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pajak pusat merupakan sumber penerimaan negara indonesia .
Contoh : PPh/pejak penghasilan ,PPN/pajak pertambahan nilai , PPn dan Bea Materai/ pajakpenjualan atas barang mewah.  
2.    Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. 
Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintahan daerah. Contoh : Pajak tontonan, pajak reklame, PKB (Pajak  Kendaraan Bermotor/PKB) PBB/pajak bumi dan bangunan,Iuran kebersihan,, Retribusi parkir, Retribusi  galian pasir dan lainya .
Jenis pajak berdasarkan sifatnya: 
a.      Pajak Subjektif
adalah pajak yang memperhatikan kondisi  keadaan sang wajib pajak itu sendiri . Dalam ini penentuan dalam besarnya pajak harus ada alasan objektif yang berhubungan erat dalam kemampuan membayar wajib pajak/sipembayar pajak.
Contoh : PPh/pajak pengahsilan .
b.      Pajak Objektif
adalah pajak yang dinilai  berdasarkan  objektifitasnya dan tanpa diperhatikanya  keadaan diri sang wajib pajak. Contoh : PPN/pajak pertmabahan nilai , PBB/pajak bumi dan bangunan , PPn-BM/pajak atas penjualan barang mewah.
         Pajak PPB
            Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.
Contoh : misalnya Awal mempunyai rumah 2 lantai ukuran bangunan 10m x 20m, rumah tersebut dibangun pada sebidang tanah ukuran 10m x 30m, Berapa jumlah pajak PBB yang harus dibayar setiap tahun? mari kita coba hitung disini.
Luas bangunan lt1 + lt2 = (10m x 20m) + (10m x 20m) = 400 m2.
Luas tanah 10m x 30m = 300 m2.
NJOP tanah = 300m2 x Rp.1.000.000,00 = Rp.300.000.000,00
NJOP bangunan = 400m2 x Rp.3.000.000,00 = Rp.1.200.000.000,00
NJOP tanah dan bangunan = Rp.1.500.000.000,00
NJOPTKP = Rp.12.000.000,00
NJOP untuk perhitungan PBB = NJOP tanah dan bangunan – NJOPTKP = Rp.1.488.000.000,00
NJKP = 20% x NJOP untuk perhitungan PBB = Rp.297.600.000,00
PBB = 0,5% x NJKP = Rp.1.488.000,00
Jadi besarnya pajak bumi dan bangunan yang harus dibayar setiap tahun adalah Rp.1.488.000,00. sebagai warga negara atau istilah lainya wajib pajak kita mempunyai hak dalam hal PBB ini sehingga dapat digunakan apabila diperlukan, berikut ini beberapa hak wajib pajak PBB
1.      Mengajukan keberatan atas PBB
2.      Mengajukan banding apabila keberatan tidak diterima.
3.      Mengusulkan pengurangan jumlah pembayaran PBB.
4.      Melakukan Pembetulan Surat ketetapan pajak (SKP) PBB.

         Pajak PPN
          Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Contoh Perhitungan PPN Atas Pemberian Cuma-Cuma Tahun Pajak 2013 yaitu :

a.       PT.Aditya Makmur Sejahtera adalah perusahaan yang memproduksi Kompor Gas, dalam rangka promosi produk barunya  PT.Aditya Makmur Sejahtera memberikan secara gratis kepada CV.Mawar Merah (usaha dibidang perdagangan kompor gas) 1 buah kompor gas dengan harga pokok penjualan sebesar Rp.500.000,-
Maka PT.Aditya Makmur Sejahtera harus menerbitkan faktur pajak sebagai pajak keluaran dengan perincian :
      Dasar Pengenaan Pajak : 500.000
PPN                                 :   50.000 (500.000 x 10 %)  
Bagi CV.Mawar Merah faktur pajak yang diterima dari PT.Aditya Makmur Sejahtera atas pemberian kompor gas tersebut merupakan pajak masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang No.42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM.

b.      PT.Gunung Makmur Sentosa produsen mie kering dalam rangka membantu korban bencana alam di daerah Purwokerto memberikan mie kering dengan harga pokok penjualan sebesar Rp.2.000.000,-
Maka PT.Gunung Makmur Sentosa harus menerbitkan faktur pajak sebagai pajak keluaran dengan perincian :
Dasar Pengenaan Pajak : 2.000.000
PPN                             : 200.000 (2.000.000 x 10 %)  

         Pajak PPH
         Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresifproporsional, atauregresif.

 PPH  21
Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai  tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana pensiun.  Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua): Penghitungan PPh Pasal 21 masa atau bulanan yang rutin dilakukan setiap bulan dan Penghitungan kembali yang dilakukan setiap masa pajak Desember (atau masa pajak dimana pegawai berhenti bekerja).

PPH  22
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh :
1.    Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.    Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

PPH 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

PPH 24
PPh pasal 24 membahas tentang penghasilan yang berasal dari luar negeri. Pada prinsinya dalam PPh pasal 24 adalah mencari besarnya pajak yang bisa dikreditkan dengan jalan membandingkan antara pajak yang dipungut di luar negeri dengan batas maksimum kredit pajak dipilih yang terkecil.
Batas maksimum kredit pajak = penghasilan dari luar negeri/ PKP x PPh terutang

PPH 25
PPh pasal 25 membahas tentang angsuran pajak yang menggunakan stelsel anggapan.
Ansuran pajak/ bulan = PPh terutang – kredit pajak /12
       

CARA MENGHITUNG PTKP

PTKP (PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK) adalah jumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak. PTKP yang ditetapkan dalam pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 36 tahun 2008 (mulai berlaku 1 januari 2009-sekarang).PTKP tersebut dengan kententuan:
1.    diri Wajib Pajak : Rp. 15.840.000
2.    Tambahan untuk WP yang sudah kawin : Rp. 1.320.000
3.    Tambahan utk seorang istri yang menerima penghasilan yg digabung dengan penghasilan si suami dikenakan Rp. 15.840.000
4.    Tambahan untuk Tanggungan maksimal 3 dikenakan Rp.1.320.000 per tanggungan

contoh soal:
1.      wajib pajak Olivia berstatus Nikah (suami mempunyai penghasilan) anak kandung 2, sehingga besarnya PTKP untuk Olivia sebesar Rp. 15.840.000, hal ini dikarenakan tanggungan anak dan status nikah ditanggung oleh si Suami.

2.      hitung ptkp apabila Tn.anton tinggal dengan seorang istri 2 anak kandung dan dua adik kandung
jawab: 
WP:                  15.840.000
status:                  1.320.000
tanggungan (k/2):  2.640.000(+)
jumlah                19.800.000
cat: mengapa adik kandung tidak di masukkan? karena adik kandung mempunyai hubungan Horizonta

3.      hitung PTKP Ny.Ana yang tinggal bersama ibunya seorang pensiunan PNS
jawab:
WP:15.840.000                                
cat: seorang ibu pensiunan PNS tidak dimasukkan karena pegawai negeri pensiunan masih menerima uang pensiun setiap bulannya

4.      hitung PTKP Tn.nino dengan status duda dan dua anak angkat
jawab:
WP:                   15.840.000
tanggungan (k/2)   2.640.000(+)
jumlah                 18.480.000
cat: status nikah tidak dimasukkan karena posisi tuan nino sudah menduda

5.      hitung PTKP Ny.lia yang tinggal bersama keponakannya yang masih dibawah umum
jawab:
WP: 15.840.000
cat: keponakan tidak dimasukkan karena hubungan kesamping (horizontal)
D.   MANFAAT PAJAK ,FUNGSI, dan KEGUNAANYA
Manfaat Pajak bagi Perekonomian dan Masyarakat
Perekeonomian negara sama halnya dengan perekonomian rumah tangga dimana mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak sendiri merupakan sumber utama penerimaan negara. Oleh karena itu, apabila masyarakat tidak taat akan pajak maka seluruh kegiatan negara akan sulit terpenuhi. Dengan membayar pajak  masyarakat akan mendapatkan manfaat:
1.    Fasilitas umum dan Infrastruktur seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, dan puskesmas
2.    Pertahanan dan keamanan seperti bangunan, senjata, perumahan hingga gaji-gajinya
3.    Subsidi atas pangan dan Bahan Bakar Minyak
4.    Kelestarian Lingkungan hidup dan Budaya
5.    Dana Pemilu
6.    Pengembangan Alat transportasi Massa, dll.
Uang pajak yang telah disetorkan oleh masyarakat akan digunakan dengan tujuan membuat masyarakat  dari lahir hingga meninggal sejahtera. Uang pajak juga dipakai oleh negara untuk memberi subsidi barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat dan membayar hutang-hutang negara. Selain itu uang pajak pun digunakan untuk menunjang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga perekonomian dapat terus berkembang. Oleh sebab itu pajak sangat memegang peranan penting dalam sebuah negara.
Manfaat Pajak Menurut Suparmoko
Utama – sifatnya self liquiditing yaitu untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara seperti pengeluaran proyek produktif barang ekspor.
Kedua  – membiayai pengeluaran reproduktif seperti pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat. Contohnya, pengeluaran untuk pengairan dan pertanian.
Ketiga – membiayai pengeluaran yang sifatnya tidak self liquiditting dan tidak reproduktif. Contohnya, pengeluaran untuk mendirikan monumen dan objek rekreasi.
Keempat – membiayai pengeluaran yang sifatnya tidak produktif. Contohnya, pengeluaran yang dipakai untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk membiayai anak yatim piatu.
Fungsi Pajak Bagi Pembangunan Negara
1.    Fungsi Anggaran – Pajak dijadikan alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas negara berlandaskan undang-undang perpajakan yang berlaku sehingga pajak disini berfungsi membiayai seluruh pengeluaran-pengeluaran yang terkait proses pemerintahan.
2.    Fungsi Mengatur – Pajak digunakan pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dan pelengkap dari fungsi utama pajak itu sendiri.
3.    Fungsi Stabilitas – Adanya pajak membuat pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.
4.    Fungsi Retribusi Pendapatan – Pajak digunakan untuk mebiayai semua kepentingan umum.
Kegunaan Pajak

Meski sudah dijelaskan bahwa fungsi pajak adalah untuk membiayai pengeluaran umum Negara. Namun realita terbesarnya, kegunaan pajak di Indonesia adalah untung membayar cicilan utang. Hampir setiap tahun persen penggunaan uang pajak sebagai cicilan utang cukup besar. Misalnya yang terjadi pada tahun 2004. 51 % lebih uang pajak digunakan untuk membayar utang.

Jadi, kemauan masyarakat untuk membayar pajak akan membantu Negara ini terbebas dari hutang Meski ada kasus penyelewengan yang terjadi, tentunya tidak semua para petugas pajak melakukan perbuatan haram tersebut. Hanya orang yang tidak sayang dengan Negara ini yang mau memakan harta yang digunakan untu membayar utang.

Dari pengertian pajak dan kegunaannya, dapat dipahami bahwa pajantk miliki potensi yang kuat untuk bisa membayar utang. Jika Anda orang bijak tentu Anda siap membayar pajak.
E.   TAX AMNESTY

Pengampunan pajak atau amnesti pajak (bahasa Inggristax amnesty) adalah sebuah kesempatan berbatas waktu bagi kelompok wajib pajak tertentu untuk membayar pajakdengan jumlah tertentu sebagai pengampunan atas kewajiban membayar pajak (termasuk dihapuskannya bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya tanpa takut penuntutan pidana. Program ini berakhir ketika otoritas pajak memulai investigasi pajak dari periode-periode sebelumnya. Dalam beberapa kasus, undang-undang yang melegalkan pengampunan pajak memberikan hukuman yang lebih berat bagi pengampun pajak yang terlambat menjalankan kewajibannya.[1] Pengampunan pajak bermanfaat sebagai salah satu sumber kas negara dari penerimaan pajak.[2]
Pemerintah Indonesia menerapkan amnesti pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. [3] Amnesti pajak adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak meliputi penghapusan pajak yang seharusnya terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan.berlaku sejak disahkannya Undang-undang nomor 11 tahun 2016 yaitu 1 Juni 2016 hingga 31 Maret 2017

Fasilitas Amnesti Pajak[sunting | sunting sumber]

Fasilitas yang didapat oleh Wajib Pajak yang mengikuti program Amnesti Pajak yaitu:
1.   penghapusan pajak yang seharusnya terutang (Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Barang Mewah), sanksi administrasi, dan sanksi pidana, yang belum diterbitkan ketetapan pajaknya;
2.   penghapusan sanksi administrasi atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan;
3.   tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
4.   penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; dan
5.   Penghapusan Pajak Penghasilan Final atas pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan serta saham

Tarif Pengampunan Pajak

Harta yang berada di dalam negeri atau luar negeri diinvestasikan di Indonesia selama tiga tahun :

·         Bulan Juli - September 2016, tarif : 2%.
·         Bulan Oktober hingga 31 Desember 2016, tarif : 3%.
·         1 Januari 2017 hingga 31 Maret 2017, tarif : 5%.

Harta di luar negeri dan tidak dialihkan ke dalam negeri :[

·         Bulan Juli - September 2016, tarif : 4%.
·         Bulan Oktober hingga 31 Desember 2016, tarif : 6%.
·         1 Januari 2017 hingga 31 Maret 2017, tarif : 10%.

Wajib pajak UMKM :

·         Mengungkapkan nilai harta dari Rp 4,8 miliar sampai dengan Rp 10 miliar dalam surat pernyataan dikenai tarif 0,5%.
·         Mengungkapkan nilai harta lebih dari Rp 10 miliar dalam surat pernyataan, periode Juli 2016 sampai dengan 31 Maret 2017, dikenai tarif 2%.

Pengungkapan Aset Sukarela (PAS) Final

Setelah periode tax amnesty atau pengampunan pajak berakhir, Wajib Pajak dapat mengikuti program Pengungkapan Aset secara sukarela dengan tarif Final atau disingkat PAS FINAL sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/ atau informasi mengenai Harta dimaksud.
Objek PAS FInal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 yang berlaku sejak 11 September 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih Yang Diperlakukan Atau Dianggap Sebagai Penghasilan ada dua yaitu .
·         Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan dan Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan
·         Harta yang belum dilaporkan dalam SPT PPh bagi Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode pengampunan pajak berakhir.

Tarif PAS FINAL

1.   Wajib Pajak Badan sebesar 25%
2.   Wajib Pajak Orang Pribadi sebesar 30%
3.   Wajib Pajak Tertentu sebesar 12,5%
Yang dimaksud dengan Wajib Pajak tertentu adalah
1. WP yang menerima penghasilan bruto dari usaha dan atau pekerjaan bebas pada Tahun Pajak Terakhir paling banyak Rp4,8 miliar
2. WP yang menerima penghasilan bruto selain dari usaha dan atau pekerjaan bebas pada Tahun Pajak Terakhir paling banyak Rp632 juta
3. WP menerima penghasilan gabungan dengan ketentuan:
1.   jumlah penghasilan bruto yang bersumber selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas paling banyak Rp632 juta; dan
2.   Jumlah penghasilan bruto paling banyak Rp4,8 miliar yang bersumber dari : dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas

Pekerjaan bebas menurut PAS FINAL

1.   tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2.   pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
3.   olahragawan;
4.   penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5.   pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6.   agen iklan;
7.   pengawas atau pengelola proyek;
8.   perantara;
9.   petugas penjaja barang dagangan;
10.agen asuransi; dan
11.distributor perusahaan pemasaran berjenjang

Harta menurut PAS FINAL

Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/ atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Dasar Pengenaan Pajak PAS Final

Dasar Pengenaan Pajak dalam penghitungan PAS FINAL adalah :
1.   Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan Harta saat mengikuti tax amnesty dan Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan yaitu sebesar jumlah Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan; atau
2.   Harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT PPh) bagi Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode pengampunan pajak berakhir yaitu sebesar jumlah Harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

Nilai dalam PAS Final

1.   nilai nominal, untuk Harta berupa kas atau setara kas;
2.   nilai yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), untuk tanah dan/atau bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB), untuk kendaraan bermotor;
3.   nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak;
4.   nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia, untuk saham dan waran (warrant) yang diperjualbelikan di PT Bursa Efek Indonesia; dan/atau
5.   nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia, untuk obligasi negara Republik Indonesia dan obligasi perusahaan,
6.   dalam hal tidak terdapat nilai yang dapat dijadikan pedoman, nilai Harta ditentukan berdasarkan nilai dari hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik; atau nilai dari hasil penilaian Direktur Jenderal Pajak, apabila Wajib Pajak meminta untuk dilakukan penilaian.

F.    DASAR HUKUM PAJAK DI INDONESIA
Berikut dasar hukum pajak yang berlaku di Indonesia, yaitu.
1.    Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A
Dari berbagai jenis undang-undang yang mengatur tentang pajak yang ada di Indonesia, UUD 1945 Pasal 23A merupakan induk sumber hukum dari semua undang-undang yang ada. UUD 1945 Pasal 23 berisi tentang aturan dalam hal keuangan negara yang meliputi penyusunan anggaran belanja, mata uang negara, dan peraturan tentang perpajakan. Khusus perpajakan disusun dalam pasal 23A yang berbunyi, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Dari isi pasal tersebut jelas sekali jika pasal 23A merupakan sumber hukum utama dari peraturan-peraturan yang menetapkan sistem dan tata cara seluruh perpajakan yang berlaku di Indonesia
Melihat pajak yang berlaku di Indonesia, tentu kita mengenal berbagai jenis pajak yang umum sering kita bayar per tahunnya, seperti PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dan PPh (Pajak Penghasilan). Secara hukum masing-masing dari jenis pajak tersebut diatur terpisah berdasarkan undang-undang yang berbeda, pemisahan aturan hukum disebabkan karena setiap pajak memiliki ruang lingkup yang berbeda, sehingga membutuhkan penyesuaian peraturan secara tepat. Setiap undang-undang yang dibuat untuk mengatur jenis perpajakan tertentu pada dasarnya secara menyeluruh merupakan bentuk tindak lanjut dari undang-undang dasar pasal 23A
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 didalamnya mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Sebelum terbentuknya undang-undang ini, sebenarnya sudah terdapat undang-undang yang memiliki tujuan dan aturan hukum yang sama yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983. Hadirnya UU No.16 Tahun 2000 merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983. Perubahan undang-undang ini didasari oleh beberapa hal yang berkaitan dengan perbaikan dalam pelaksanaan undang-undang ini yaitu lebih memberikan kesejajaran dalam keadilan dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat atau wajib pajak dan yang lebih penting adalah menciptakan kepastian hukum yang lebih tegas
Dalam UU No.16 Tahun 2000 menjelaskan beberapa informasi yang bersifat umum, seperti siapa saja yang memiliki kewajiban perpajakan beserta ruang lingkup yang meliputi keseluruhan tentang perpajakan pada umumnya. Selain itu dalam undang-undang ini juga mengatur tentang fungi dan mekanisme penggunaan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), faktor-faktor tentang pengukuhan pengusaha kena pajak, fungsi dan tata cara dalam surat pemberitahuan, dan tata cara pembayaran pajak secara prosedural yang benar.)
 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
Pada dasarnya undang-undang ini merupakan bentuk perubahan untuk yang ketiga kali dari undang-undang sebelumnya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 merupakan bentuk pertama dari undang-undang yang berlaku mengenai beberapa peraturan tentang pajak penghasilan (PPh). Perubahan kedua pada undang-undang ini terjadi pada tahun 1994, dimana beberapa pasal mengalami perubahan isi dan ketentuan yang lebih relevan dengan perkembangan kondisi negara. Beberapa jenis undang-undang lainnya banyak yang mengalami perubahan saat itu, sehingga untuk mendukung perubahan tersebut dibutuhkan penyesuaian pada undang-undang pajak penghasilan agar secara keseluruhan isi mampu menguatkan dan memiliki keterikatan yang lebih dengan undang-undang lainnya
Undang-Undang No.17 Tahun 2000 didalamnya berisi tentang penjelasan dan ketentuan yang berkaitan dengan keseluruhan ruang lingkup pajak penghasilan. Undang-undang ini memiliki beberapa pasal didalamnya yang menyebutkan perihal tentang siapa saja yang termasuk sebagai subjek pajak penghasilan, penggolongan jenis-jenis pajak penghasilan, berbagai jenis usaha yang diwajibkan membayar pajak, ketentuan tentang penyebutan objek pajak penghasilan, perhitungan besarnya pajak penghasilan yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak, dan penghasilan tidak kena pajak.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 merupakan perubahan kedua dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, undang-undang ini merupakan dasar peraturan tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas barang mewah. Jika melihat isi pembukaan dalam undang-undang ini akan terlihat beberapa kepentingan terhadap pelaksanaan aturan yang menjadi acuan dalam melakukan perubahan terhadap undang-undang sebelumnya. Perubahan dalam undang-undang diwujudkan untuk meningkatkan jaminan kepastian hukum dan meratanya tingkat keadilan, selain itu perubahan yang terjadi bersifat mempermudah dalam penerapan sistem perpajakan tanpa mengabaikan fungsi pengawasan pengamanan penerimaan negara yang ditujukan untuk menggerakkan pembangunan nasional.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2000 memuat beberapa peraturan mengenai penjelasan tentang apa saja yang termasuk jenis barang dan jasa kena pajak, kegiatan ekspor, impor dan perdagangan, subjek-subjek yang kena pajak, ketentuan untuk melaporkan dan menyetor pajak yang terhutang, perihal ketentuan objek pajak, dan ketentuan tentang pajak atas penjualan barang mewah beserta ruang lingkup baik jenis maupun hingga perhitungan didalamnya mulai dari aturan tarif minimum dan maksimum atas pajak barang mewah
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 merupakan pengganti dari undang-undang sebelumnya yang telah berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 didalamnya berisi aturan dan prosedural tentang penagihan pajak dengan surat paksa. Mengingat sifat pajak adalah kewajiban yang harus dibayar, maka dalam penerapan harus terdapat mekanisme pengawasan dan ketegasan terhadap ketidakpatuhan dalam segala upaya yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban tertanggung oleh subjek pajak. Itulah salah satu alasan mengapa undang-undang ini mengalami perubahan, selain dipengaruhi juga oleh faktor perubahan sistem hukum nasional dan tatanan kehidupan masyarakat yang membutuhkan akan meningkatnya kepastian hukum dan memberikan keadilan bersama.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 memuat tentang perubahan atas peraturan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 mengatur tentang bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dilihat dari isi yang ada dalam undang-undang ini meliputi beberapa ketentuan mengenai pengertian umum tentang bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, penjelasan tentang perolehan hak atas tanah dan bangunan beserta maksud dari adanya hak atas tanah dan bangunan, surat ketetapan dan surat setoran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, penjelasan tentang objek pajak atas tanah dan bangunan, dan pemindahan serta pelepasan hak atas tanah dan bangunan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
Merupakan undang-undang yang mengatur segala ketentuan yang berkaitan tentang pengadilan pajak yang berlaku di Indonesia. Hal yang menjadi dasar dan tujuan dari penetapan undang-undang ini adalah bahwa Indonesia adalah negara hukum berdasarkan pancasila dan UUD 1945 yang tujuannya menjamin terwujudnya keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terselenggaranya pembangunan nasional yang merata di seluruh Indonesia, belum adanya lembaga hukum yang bertindak sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa pajak, dan tujuan yang paling terpenting adalah mampu menciptakan kepastian dan keadilan hukum dalam penyelesaian sengketa pajak. Dilihat dari isi undang-undang ini, didalamnya menjelaskan tentang beberapa ketentuan umum mengenai susunan lembaga pajak, fungsi dan prosedural dalam perpajakan, kedudukan pengadilan pajak, dan susunan dari pengadilan pajak. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang sebelumnya telah berlaku dalam perpajakan Indonesia. Undang-undang ini secara keseluruhan mengatur pelaksanaan dan aturan tentang pajak bumi dan bangunan yang berlaku di Indonesia. Pengubahan undang-undang ini ditujukan untuk lebih meningkatnya peran pajak dalam pembangunan nasional khususnya dalam kegiatan perekonomian, menjaga agar perkembangan ekonomi terus terselenggara dan berjalan dengan baik sesuai dengan kebijakan pembangunan yang berlaku, dan untuk meningkatkan kepastian hukum yang berkaitan dengan sistem perpajakan yang terus berkembang. Perubahan undang-undang ini memuat beberapa aturan mengenai objek pajak yang tidak termasuk dalam hitungan pajak bumi dan bangunan serta ketentuan terhadap penetapan nilai jual objek pajak beserta ruang lingkup yang terkandung dalam pajak bumi dan bangunan.
Pentingnya pajak adalah untuk percepatan pembangunan nasional dan jika saat ini kita bisa menikmati fasilitas umum yang diberikan oleh pemerintah, itulah manfaat pajak yang bisa dirasakan secara nyata dalam penerapannya. Membayar pajak adalah kewajiban seluruh warga negara dan hal ini diatur dalam undang-undang, itulah kenapa kita sering mendengar slogan “orang bijak bayar pajak”, karena pada dasarnya pajak dari kita dan untuk kita. Apa yang terbayar dengan pajak pada akhirnya masyarakat sendiri yang akan merasakan timbal balik dari hasil pengelolaan pajak tersebut.
Dasar hukum masing-masing jenis pajak diatur secara terpisah agar ketentuan yang dibuat lebih sesuai dengan segala unsur jenis pajaknya. Namun pada dasarnya tujuan dari undang-undang yang berlaku tersebut adalah sama yaitu meningkatkan jaminan kepastian hukum, memberikan keadilan yang seadil-adilnya, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, mempermudah sistem perpajakan beserta pengawasan dan pengamanan, dan yang lebih penting adalah timbulnya rasa kepatuhan dari seluruh wajib pajak untuk mempertanggungjawabkan semua kewajibannya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Sumber :

















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana cara membuat pitch deck untuk menarik Investor?

KASUS PAJAK DI INDONESIA

MASALAH SOSIAL SAMPAH VISUAL